Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah menjadi sorotan ketika KPK menangkap adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan dalam upaya suap Ketua MK, Akil Mochtar. Gebrakan KPK, termasuk mencegah Ratu Atut, disambut banyak pihak sebagai awal runtuhnya 'dinasti Banten'.
Dinasti Banten keluarga Atut berawal dari sang ayah, Tubagus Chasan
Sochib. Sang jawara Banten ini pernah berujar "Sayalah gubernur
jenderal." Kalimat itu dilontarkan sang Jawara setelah Chasan
mengantarkan pasangan Djoko Munandar-Ratu Atut sebagai Gubernur dan
Wakil Gubernur Banten tahun 2001.
Nama Chasan berkibar melalui perusahaan CV Sinar Ciomas yang
didirikan pada1970-an. Perusahaan kontraktor itu cikal bakal PT Sinar
Ciomas Raya yang sahamnya dimiliki keluarga besar Chasan.
Proyek-proyek besar di Banten sudah pernah digarap PT Sinar Ciomas
seperti pembangunan gedung dewan tahun 2006. Pelabuhan dermaga di
Cigading pun digarap PT Sinar Ciomas. Pembangunan gedung DPRD Banten
senilai Rp 62 miliar juga tidak lepas dari PT Sinar Ciomas.
Chasan Sochib meninggal 30 Juni 2011. Namun, pamor keluarga ini belum
luntur karena keluarga besarnya banyak menduduki posisi penting di
pemerintahan maupun bisnis.
Chasan memiliki banyak istri. Jumlah istri dan anak Chasan Sochib
bukan "angka pasti". Istri pertamanya, Wasiah, ketika diwawancarai
Tempo, tak bisa menyebutkan siapa saja istri Chasan. "Ada di mana-mana,"
katanya. Seseorang yang dekat dengan penerima gelar doctor honoris
causa dan profesor dari Northern California University dan Global
University International ini bercerita, "Chasan juga tak tahu jumlah dan
nama semua anaknya."
Jumlah istri Chasan sebenarnya bisa terlihat dari ahli warisnya.
Surat Mahkamah Agung yang diterima tempo, memperlihatkan Chasan memiliki
25 ahli waris dari 6 istrinya.
** ISTERI PERTAMA, Wasiah Samsudin, menikah 2 Nopember 1960 di Serang. Namun bercerai tahun 1991 :
MEMPUNYAI ANAK :
1. Ratu Atut Chosiyah :
JABATAN : Awalnya Atut menjabat Wakil Gubernur pada tahun 2001.
Karirnya naik menjadi Plt Gubernur Banten pada October 2005. Puncaknya
ia berhasil menduduki jabatan Gubernur Provinsi Banten : 2007-2012 dan
2012-2017
Suami : Hikmat Tomet yang menjabat anggota Komisi V Fraksi Golkar 2009-2014
Anak pasangan Atut dan Hikmat :
1. Andika Hazrumy menjabat Anggota DPD Banten 2009-2014, Kordinator
TAGANA (Taruna Siaga Bencana) Banten, Direktur Utama PT. Andika PRadana
Utama, Direktur Utama PT Pelayaran Sinar Ciomas Pratama, Direktur Utama
PT Ratu Hotel
Isteri : Ade Rossi Khoerunisa menjabat anggota DPRD Kota Serang 2009-1014
2.Ratu Tatu Chasanah => Wakil Bupati Kabupaten Serang 2010-2015
3. Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan seorang pengusaha dan Ketua AMPG Banten
Istri : Airin Rachmi Diany menjabat Walikota Tangerang Selatan 2011-1016
Istri kedua...
** ISTERI KEDUA, Ratu Rapiah Suhaemi. Ia dinikahi Chasan Sochib pada 2 Mei 1969 di Serang. :
Dari Rapiah Suhaemi, Chasan mendapat lima Anak :
1. Tubagus Haerul Jaman
Menjabat Wakil Walikota Serang 2008-2013, Walikota Serang 2013-2018
2. Ratu Lilis Karyawati
Menjabat Ketua DPD II Golkar Kota Serang 2009-2014
Suami : Aden Abdul Khaliq yang menjabat => Anggota DPRD Banten 2009-2014
3. Iloh Rohayati
4. Tubagus Hendru Zaman
5. Ratu Ria Mariana
** ISTERI KETIGA, Chaeriyah. Tubagus Chasan Sochib menikahinya pada
21 Mei 1968. Namun sudah bercerai pada 2002. Istri ketiga Chasan
dikaruniani lima Anak :
1. Ratu Heni Chendrayani
Menjabat : Pengurus Kadin periode 2012-2017. Ia menduduki posisi Ketua Komite Tetap Asuransi Kendaraan
2. Ratu Wawat Cherawati
Menjabat : Pengurus Kadin periode 2012-2017. Ia menduduku posisi
Komite Tetap Pengolahan & Pemanfaatan Limbah Industri Pertambangan
3. Tubagus Hafid Habibullah
4. Tubagus Ari Chaerudin, aktif di Gapensi kota Serang
5. Ratu Hera Herawati
Istri keempat...
** ISTRI KEEMPAT, Imas Masnawiyah dinikahi Chasan Sochib pada 06 Juni
1969 di Pandeglang dan sudah meninggal pada 17 Pebruari 1986.
Istri keempat Chasan mempunyai tiga Anak :
1.Ratu Ipah Chudaefah
Menjabat guru di Kota Serang
2. Ratu Yayat Nurhayati
3. Tubagus Aan Andriawan
**ISTERI KELIMA, Heryani Yuhana yang dinikahi Chasan 30 Mei 1988 di Pandeglang.
Istri kelima menjabat anggota DPRD Kabupaten Pandeglang periode 2009-2014. Chasan dari Heryani mendapat lima anak :
1. Tubagus Erhan Hazrumi
Menjabat : Direktur PT Trio Punditama.
2. Ratu Irianti
3. Tubagus Bambang Saepullah
4. Tubagus Febi Feriana Fahmi
** ISTERI KEENAM, Ratna Komalasari dinikahi Chasan pada 8 April 1991
=> Anggota DPRD Kota Serang periode 2009-2014. Empat anak didapat Chasan dari Ratna Komalasari :
1.Tubagus Bambang Chaeruman
Menjabat : Bekerja sebagai kontraktor
2. Ratu Aeliya Nurchayati
3. Tubagus Taufik Hidayat
Senin, 07 Oktober 2013
BBM di Android dan iOS, Apa Guna BlackBerry?
Aplikasi pesan instan BlackBerry Messenger atau yang dikenal lewat
akronim BBM selama ini selalu menjadi salah satu fitur eksklusif yang
hanya tersedia di smartphone BlackBerry.
Namun, eksklusivitas tersebut akan segera hilang begitu BlackBerry merilis aplikasi BBM untuk iOS dan Android pada pertengahan 2013 mendatang melalui toko aplikasi tiap-tiap platform.
Langkah yang mengejutkan ini disebut CEO BlackBerry Thorsten Heins sebagai sebuah "pernyataan percaya diri" perusahaannya. BlackBerry berharap bisa memperluas basis pelanggan BBM dan memonetisasi aplikasi tersebut begitu hal itu tercapai.
Meski bisa membuat BBM menjadi lebih relevan di tengah-tengah meningkatnya popularitas aplikasi pesan instan lintas platform, keputusan tersebut juga berpotensi menjadi bumerang bagi handset BlackBerry.
Larry Magid dari Forbes berpendapat bahwa pengguna BlackBerry yang memakai perangkat tersebut untuk chatting melalui BBM nantinya bisa beralih dengan bebas ke iPhone ataupun ponsel Android karena tak lagi terikat dengan eksklusivitas BBM.
Topik ini menjadi perbincangan hangat di kalangan konsumen BlackBerry, termasuk di Indonesia. Sebuah thread yang membahas kemungkinan di atas bahkan terpilih menjadi salah satu "hot thread" di forum komunitas online Kaskus.
Lantaran populer di Indonesia, handset BlackBerry banyak dipakai oleh pengguna dari berbagai kalangan. Smartphone BlackBerry kerap terlihat dalam genggaman, bersama iPhone atau smartphone Android, karena pemiliknya tidak bisa lepas dari kontak BBM yang sudah terlanjur banyak serta hanya bisa diakses dari perangkat BlackBerry.
Kini, dengan dibukanya pintu bagi BBM di iOS dan Android, apa alasan untuk tetap menggunakan ponsel BlackBerry?
Biarpun mungkin terkesan bisa menimbulkan blunder, keputusan BlackBerry ini sebenarnya dimaksudkan justru untuk mencegah pengguna BlackBerry beralih ke lain hati.
Harapannya, keberadaan BBM di iPhone dan Android bisa mendongkrak popularitas layanan chatting tersebut sekaligus memberi jaringan kontak yang lebih luas bagi pengguna BBM di BlackBerry.
Mengapa baru sekarang?
Lalu kenapa hal tersebut tidak dilakukan sedari dulu? Jim Dawson, kepala analis bidang telekomunikasi lembaga riset Ovum, mengatakan bahwa BlackBerry sudah lama berencana melepas BBM ke Android dan iOS. Hal ini baru menjadi kenyataan setelah dipicu oleh menurunnya basis pelanggan BlackBerry.
Hingga kuartal kedua tahun lalu, jumlah pelanggan BlackBerry secara terus-menerus mencatat peningkatan. Namun semenjak itu, kecenderungan sebaliknya terjadi: jumlah pelanggan BlackBerry berangsur turun dari angka puncaknya sebesar 80 juta.
"Banyak pengguna BlackBerry yang beralih ke platform lain dan oleh karena itu meninggalkan BBM. Nilai aplikasi itu jadi berkurang," ujar Dawson, seperti dikutip oleh The Verge. "Kalau ditunggu lebih lama lagi, bisa-bisa BBM benar-benar tidak ada artinya. Mereka (BlackBerry) ingin melakukan itu selagi masih ada waktu untuk memanfaatkan basis pengguna BBM."
BlackBerry mengklaim saat ini terdapat 60 juta pengguna BBM di seluruh dunia. Lebih dari 51 juta orang menggunakan BBM rata-rata 90 menit per hari. Secara keseluruhan, setiap harinya, ada 10 miliar pesan yang dikirim dan diterima pelanggan BBM. BlackBerry mengklaim jumlah ini dua kali lebih banyak dari pesan yang dikirim dan diterima aplikasi pesan instan lain.
Dengan turut hadir di iPhone dan Android, BBM nantinya akan bersaing langsung dengan aplikasi pesan instan lain, seperti WhatsApp, Line, Kakao Talk, ataupun WeChat yang lebih dulu meraih pengguna di kedua platform tersebut. Whatsapp, misalnya, sudah memiliki 200 juta pengguna secara global.
Menurut penjelasan di dalam blog BlackBerry, BBM untuk iPhone dan Android pada awalnya hanya akan memiliki fungsi-fungsi dasar seperti multi-chat serta membuat grup BlackBerry hingga 30 kontak dengan pembagian kalender, foto, dan file. Dukungan voice dan video chat rencananya akan ditambahkan ke BBM versi iOS dan Android pada akhir tahun ini.
Update: Hari Kamis, 19 September 2013, BlackBerry secara resmi mengumumkan kehadiran BBM untuk platform iOS dan Android. Aplikasi ini bisa diunduh oleh pengguna Android mulai hari Sabtu, 21 September 2013, pukul 18.00 WIB lewat toko aplikasi Google Play. BBM untuk iOS akan menyusul tersedia satu hari setelahnya pada 22 September 2013 lewat toko aplikasi App Store. BBM untuk Android dan iOS bisa diperoleh secara gratis alias tak berbayar.
Namun, eksklusivitas tersebut akan segera hilang begitu BlackBerry merilis aplikasi BBM untuk iOS dan Android pada pertengahan 2013 mendatang melalui toko aplikasi tiap-tiap platform.
Langkah yang mengejutkan ini disebut CEO BlackBerry Thorsten Heins sebagai sebuah "pernyataan percaya diri" perusahaannya. BlackBerry berharap bisa memperluas basis pelanggan BBM dan memonetisasi aplikasi tersebut begitu hal itu tercapai.
Meski bisa membuat BBM menjadi lebih relevan di tengah-tengah meningkatnya popularitas aplikasi pesan instan lintas platform, keputusan tersebut juga berpotensi menjadi bumerang bagi handset BlackBerry.
Larry Magid dari Forbes berpendapat bahwa pengguna BlackBerry yang memakai perangkat tersebut untuk chatting melalui BBM nantinya bisa beralih dengan bebas ke iPhone ataupun ponsel Android karena tak lagi terikat dengan eksklusivitas BBM.
Topik ini menjadi perbincangan hangat di kalangan konsumen BlackBerry, termasuk di Indonesia. Sebuah thread yang membahas kemungkinan di atas bahkan terpilih menjadi salah satu "hot thread" di forum komunitas online Kaskus.
Lantaran populer di Indonesia, handset BlackBerry banyak dipakai oleh pengguna dari berbagai kalangan. Smartphone BlackBerry kerap terlihat dalam genggaman, bersama iPhone atau smartphone Android, karena pemiliknya tidak bisa lepas dari kontak BBM yang sudah terlanjur banyak serta hanya bisa diakses dari perangkat BlackBerry.
Kini, dengan dibukanya pintu bagi BBM di iOS dan Android, apa alasan untuk tetap menggunakan ponsel BlackBerry?
Biarpun mungkin terkesan bisa menimbulkan blunder, keputusan BlackBerry ini sebenarnya dimaksudkan justru untuk mencegah pengguna BlackBerry beralih ke lain hati.
Harapannya, keberadaan BBM di iPhone dan Android bisa mendongkrak popularitas layanan chatting tersebut sekaligus memberi jaringan kontak yang lebih luas bagi pengguna BBM di BlackBerry.
Mengapa baru sekarang?
Lalu kenapa hal tersebut tidak dilakukan sedari dulu? Jim Dawson, kepala analis bidang telekomunikasi lembaga riset Ovum, mengatakan bahwa BlackBerry sudah lama berencana melepas BBM ke Android dan iOS. Hal ini baru menjadi kenyataan setelah dipicu oleh menurunnya basis pelanggan BlackBerry.
Hingga kuartal kedua tahun lalu, jumlah pelanggan BlackBerry secara terus-menerus mencatat peningkatan. Namun semenjak itu, kecenderungan sebaliknya terjadi: jumlah pelanggan BlackBerry berangsur turun dari angka puncaknya sebesar 80 juta.
"Banyak pengguna BlackBerry yang beralih ke platform lain dan oleh karena itu meninggalkan BBM. Nilai aplikasi itu jadi berkurang," ujar Dawson, seperti dikutip oleh The Verge. "Kalau ditunggu lebih lama lagi, bisa-bisa BBM benar-benar tidak ada artinya. Mereka (BlackBerry) ingin melakukan itu selagi masih ada waktu untuk memanfaatkan basis pengguna BBM."
BlackBerry mengklaim saat ini terdapat 60 juta pengguna BBM di seluruh dunia. Lebih dari 51 juta orang menggunakan BBM rata-rata 90 menit per hari. Secara keseluruhan, setiap harinya, ada 10 miliar pesan yang dikirim dan diterima pelanggan BBM. BlackBerry mengklaim jumlah ini dua kali lebih banyak dari pesan yang dikirim dan diterima aplikasi pesan instan lain.
Dengan turut hadir di iPhone dan Android, BBM nantinya akan bersaing langsung dengan aplikasi pesan instan lain, seperti WhatsApp, Line, Kakao Talk, ataupun WeChat yang lebih dulu meraih pengguna di kedua platform tersebut. Whatsapp, misalnya, sudah memiliki 200 juta pengguna secara global.
Menurut penjelasan di dalam blog BlackBerry, BBM untuk iPhone dan Android pada awalnya hanya akan memiliki fungsi-fungsi dasar seperti multi-chat serta membuat grup BlackBerry hingga 30 kontak dengan pembagian kalender, foto, dan file. Dukungan voice dan video chat rencananya akan ditambahkan ke BBM versi iOS dan Android pada akhir tahun ini.
Update: Hari Kamis, 19 September 2013, BlackBerry secara resmi mengumumkan kehadiran BBM untuk platform iOS dan Android. Aplikasi ini bisa diunduh oleh pengguna Android mulai hari Sabtu, 21 September 2013, pukul 18.00 WIB lewat toko aplikasi Google Play. BBM untuk iOS akan menyusul tersedia satu hari setelahnya pada 22 September 2013 lewat toko aplikasi App Store. BBM untuk Android dan iOS bisa diperoleh secara gratis alias tak berbayar.
Venesia dari Timur, Riwayatmu Kini...
SEBUTAN Venesia dari Timur membawa imajinasi tentang
keindahan sebuah kota air bernuansa tropis dengan kanal-kanalnya.
Imajinasi itu luntur saat menyusuri jalanan di Kota Palembang yang dulu
pernah menyandang sebutan itu.
Palembang masih punya Sungai Musi yang eksotis dengan kehidupan tepian sungai. Jembatan Ampera juga masih tegak anggun menghubungkan bagian hulu dan hilir ko
ta itu. Di pelosok
kota pun masih tersisa petak-petak rawa dengan hamparan bunga teratai
nan memikat, tersembunyi di balik gedung-gedung megahnya.
Namun, sebutan Venice of the East yang pernah disematkan penjajah Belanda pada ibu kota Sumatera Selatan itu begitu berkebalikan dengan kondisi sekarang. Proses daratanisasi atau alih fungsi rawa dan anak sungai menjadi daratan berlangsung di berbagai penjuru kota.
Di era penjajahan Belanda, Palembang merupakan kota di atas rawa dengan ratusan anak sungai yang bermuara ke Sungai Musi. Kehidupan masyarakat pun berjalan dengan pola sosial dan budaya sungai yang khas.
Budayawan dan sejarawan Palembang, Yudi Syarofie, menuturkan, tahun 1940-1950 masih ada pasar terapung di Sungai Ogan, Palembang. Kini jejak pasar terapung itu tak ada lagi. ”Hanya pengangkutan barang ke pasar yang masih dilakukan lewat sungai besar,” katanya.
Generasi muda Palembang pun kini makin tak kenal kehidupan sungai. Kondisi ini terutama terlihat di bagian hilir yang lebih dulu berkembang dari bagian hulu. Banyak dari mereka tak bisa berenang, bahkan takut naik ketek (sejenis sampan tradisional) atau kapal cepat (speedboat).
Tarso (49) mengenang, pada masa kecilnya ia masih bisa ke pusat kota Palembang di Demang Lebar Daun hanya dengan naik ketek menyusuri anak sungai. Anak sungai itu kini menjadi hanya sebesar selokan besar.
Daratanisasi di Palembang begitu masif selama dua dekade terakhir. Hamparan rawa-rawa diuruk dan beralih rupa menjadi bangunan perbelanjaan, kantor, dan kompleks perumahan.
Pesatnya penimbunan rawa dua tahun belakangan ini mengakibatkan luas rawa diperkirakan terus menyusut menjadi tinggal 25 persen dari seluruh Palembang yang luasnya sekitar 40.000 hektar. ”Palembang sekarang tak bisa disebut lagi sebagai kota air kecuali saat hujan deras yang membuat banjir di mana-mana,” kata Momon.
Transformasi rawa menjadi daratan ini terlihat di kawasan Jakabaring. Dulu, lahan Jakabaring merupakan hamparan bunga teratai di atas rawa seluas ribuan hektar. Kini, pemandangan itu tinggal kenangan. Kawasan Jakabaring sekarang adalah hamparan pembangunan kompleks perumahan di atas rawa yang telah ditimbun.
Sungai-sungai yang hilang
Wong lamo Palembang atau orang yang telah puluhan tahun bermukim di Palembang hanya bisa mengenang anak-anak sungai yang kini hilang. Tahun 1970-an, Palembang tercatat mempunyai 280 anak sungai. Tahun 2000, jumlahnya tinggal sekitar 108, dan terus menyusut hingga saat ini tertinggal 32 anak sungai.
Sebagian sungai yang hilang itu kini tinggal nama pada jalan atau kawasan, sebut saja Sungai Bayas, Sungai Jeruju, dan Sungai Baung.
”Di pusat kota Palembang ada daerah Talang Jawa yang dulunya daerah pinggiran sungai,” kata Yudi.
Padahal, dulu Kerajaan Sriwijaya mendesain tata kota Palembang sebagai sebuah kota air. Peninggalan tata kota air ini masih bisa terlihat di situs Karanganyar di Palembang yang kini menjadi Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya. Kanal-kanal kuno berusia ratusan tahun saling terhubung dengan Sungai Musi sebagai pintu masuk ke ibu kota kerajaan maritim itu.
Hingga zaman Kesultanan Palembang Darussalam sebelum 1823, tata kota air bertahan dengan rumah-rumah panggung dan pasar-pasar terapung. Saat itu, anak-anak sungai dan rawa menjadi nadi kota yang menghubungkan masyarakat. Seperti Venesia, jalur transportasi dari rumah ke rumah pun menggunakan perahu. Meski pelan-pelan terkikis, kehidupan masyarakat sungai ini terus berlanjut hingga 150 tahun ke depan.
Aktivis lingkungan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sumatera Selatan, Hadi Jatmiko, mengatakan, hingga saat ini komitmen pemerintah untuk melestarikan rawa dan sungai tak jelas. Peraturan daerah Kota Palembang terbaru bahkan memperbolehkan adanya alih fungsi rawa menjadi daratan dengan memberikan retribusi tertentu. ”Perda Rawa justru lebih berorientasi pada ekonomi, bukan pada konservasi. Ini mendorong lebih banyak rawa ditimbun,” ujarnya.
Identitas sungai pudar
Kehidupan manusia selalu merespons dengan kondisi alamnya. Demikian pula yang terjadi di Palembang. Budaya sungai yang dulunya menjadi ciri khas Palembang mulai pudar. Generasi muda Palembang yang tak lagi kenal kehidupan sungai menjadi salah satunya.
”Jiwa sungai di Palembang ini sudah hilang. Identitas Palembang tak lagi punya ciri khas,” ujarnya.
Potensi wisata peradaban sungai pun lenyap. Padahal, di Venesia, wisata peradaban sungai telah membuat kota itu menjadi salah satu tujuan wisata dunia.
Palembang masih punya Sungai Musi yang eksotis dengan kehidupan tepian sungai. Jembatan Ampera juga masih tegak anggun menghubungkan bagian hulu dan hilir ko
Namun, sebutan Venice of the East yang pernah disematkan penjajah Belanda pada ibu kota Sumatera Selatan itu begitu berkebalikan dengan kondisi sekarang. Proses daratanisasi atau alih fungsi rawa dan anak sungai menjadi daratan berlangsung di berbagai penjuru kota.
Di era penjajahan Belanda, Palembang merupakan kota di atas rawa dengan ratusan anak sungai yang bermuara ke Sungai Musi. Kehidupan masyarakat pun berjalan dengan pola sosial dan budaya sungai yang khas.
Budayawan dan sejarawan Palembang, Yudi Syarofie, menuturkan, tahun 1940-1950 masih ada pasar terapung di Sungai Ogan, Palembang. Kini jejak pasar terapung itu tak ada lagi. ”Hanya pengangkutan barang ke pasar yang masih dilakukan lewat sungai besar,” katanya.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Warga menikmati senja dengan makan di perahu terapung di sekitar
jembatan Ampera, Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (18/4/2013). Sejak
zaman Kerajaan Sriwijaya hingga sekarang, sungai dengan panjang 750 km
ini terkenal sebagai sarana transportasi utama bagi masyarakat sekitar.
Saat ini, wajah Palembang sulit dibedakan dari kota-kota besar Indonesia
lainnya. Sebuah kota metropolitan berlabel internasional padat dengan
gedung-gedung megah, pusat perbelanjaan, perumahan, dan jalan-jalan yang
padat merayap pada jam-jam sibuk.Generasi muda Palembang pun kini makin tak kenal kehidupan sungai. Kondisi ini terutama terlihat di bagian hilir yang lebih dulu berkembang dari bagian hulu. Banyak dari mereka tak bisa berenang, bahkan takut naik ketek (sejenis sampan tradisional) atau kapal cepat (speedboat).
Tarso (49) mengenang, pada masa kecilnya ia masih bisa ke pusat kota Palembang di Demang Lebar Daun hanya dengan naik ketek menyusuri anak sungai. Anak sungai itu kini menjadi hanya sebesar selokan besar.
Daratanisasi di Palembang begitu masif selama dua dekade terakhir. Hamparan rawa-rawa diuruk dan beralih rupa menjadi bangunan perbelanjaan, kantor, dan kompleks perumahan.
TRIBUN PEKANBARU/MELVINAS PRIANANDA Ilustrasi: Jembatan Ampera, Palembang, Sumatera Selatan.
Ahli hidrologi dari Pusat Penelitian Manajemen Air dan Lahan Universitas
Sriwijaya, Momon Sidik Imanudin, mengatakan, dari penelitian 2011,
sekitar 70 persen dari Palembang adalah daratan dan tinggal 30 persen
rawa.Pesatnya penimbunan rawa dua tahun belakangan ini mengakibatkan luas rawa diperkirakan terus menyusut menjadi tinggal 25 persen dari seluruh Palembang yang luasnya sekitar 40.000 hektar. ”Palembang sekarang tak bisa disebut lagi sebagai kota air kecuali saat hujan deras yang membuat banjir di mana-mana,” kata Momon.
Transformasi rawa menjadi daratan ini terlihat di kawasan Jakabaring. Dulu, lahan Jakabaring merupakan hamparan bunga teratai di atas rawa seluas ribuan hektar. Kini, pemandangan itu tinggal kenangan. Kawasan Jakabaring sekarang adalah hamparan pembangunan kompleks perumahan di atas rawa yang telah ditimbun.
Sungai-sungai yang hilang
Wong lamo Palembang atau orang yang telah puluhan tahun bermukim di Palembang hanya bisa mengenang anak-anak sungai yang kini hilang. Tahun 1970-an, Palembang tercatat mempunyai 280 anak sungai. Tahun 2000, jumlahnya tinggal sekitar 108, dan terus menyusut hingga saat ini tertinggal 32 anak sungai.
Sebagian sungai yang hilang itu kini tinggal nama pada jalan atau kawasan, sebut saja Sungai Bayas, Sungai Jeruju, dan Sungai Baung.
”Di pusat kota Palembang ada daerah Talang Jawa yang dulunya daerah pinggiran sungai,” kata Yudi.
Padahal, dulu Kerajaan Sriwijaya mendesain tata kota Palembang sebagai sebuah kota air. Peninggalan tata kota air ini masih bisa terlihat di situs Karanganyar di Palembang yang kini menjadi Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya. Kanal-kanal kuno berusia ratusan tahun saling terhubung dengan Sungai Musi sebagai pintu masuk ke ibu kota kerajaan maritim itu.
Hingga zaman Kesultanan Palembang Darussalam sebelum 1823, tata kota air bertahan dengan rumah-rumah panggung dan pasar-pasar terapung. Saat itu, anak-anak sungai dan rawa menjadi nadi kota yang menghubungkan masyarakat. Seperti Venesia, jalur transportasi dari rumah ke rumah pun menggunakan perahu. Meski pelan-pelan terkikis, kehidupan masyarakat sungai ini terus berlanjut hingga 150 tahun ke depan.
Reynold Sumayku/NGI Pengarungan Sungai Musi, urat nadi peradaban sejak masa Sriwijaya.
Yudi Syarofie mengatakan, awal daratanisasi di Palembang terjadi pada
zaman kolonial Belanda. Selama 124 tahun kekuasaan Belanda di Palembang,
penjajah itu menguruk dua sungai besar untuk diubah menjadi jalan raya.
Sungai Tengkuruk kini menjadi Jalan Jenderal Sudirman, jalan utama Kota
Palembang, dan Sungai Kapuran kini menjadi Jalan Merdeka. Namun, di
zaman kemerdekaan, Pemerintah Indonesia lebih banyak lagi merusak
sungai.Aktivis lingkungan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sumatera Selatan, Hadi Jatmiko, mengatakan, hingga saat ini komitmen pemerintah untuk melestarikan rawa dan sungai tak jelas. Peraturan daerah Kota Palembang terbaru bahkan memperbolehkan adanya alih fungsi rawa menjadi daratan dengan memberikan retribusi tertentu. ”Perda Rawa justru lebih berorientasi pada ekonomi, bukan pada konservasi. Ini mendorong lebih banyak rawa ditimbun,” ujarnya.
Identitas sungai pudar
Kehidupan manusia selalu merespons dengan kondisi alamnya. Demikian pula yang terjadi di Palembang. Budaya sungai yang dulunya menjadi ciri khas Palembang mulai pudar. Generasi muda Palembang yang tak lagi kenal kehidupan sungai menjadi salah satunya.
KOMPAS IMAGES/VITALIS YOGI TRISNA
Para peserta melaju di etape II Musi Triboatton yang mengarungi Sungai
Musi dari Tebing Tinggi menuju Muara Kelingi, Musi Rawas, Sumatra
Selatan, Selasa (27/11/2012). Pada etape II ini berhasil dimenangi oleh
tim Internasional School, disusul Malaysia pada posisi kedua dan Kamboja
di tempat ketiga.
Yudi mengatakan, struktur sosial masyarakat Palembang telah jauh
berbeda. Tak ada lagi, misalnya, ngobrol di anak tangga atau
membersihkan sungai bersama sebagai bagian dari kebersihan lingkungan.
Ibaratnya, sungai sekarang justru menjadi tempat sampah raksasa.”Jiwa sungai di Palembang ini sudah hilang. Identitas Palembang tak lagi punya ciri khas,” ujarnya.
Potensi wisata peradaban sungai pun lenyap. Padahal, di Venesia, wisata peradaban sungai telah membuat kota itu menjadi salah satu tujuan wisata dunia.
Langganan:
Postingan (Atom)