Suatu hari seorang sahabat nabi, Abu Hurairah-semoga Allah meridhainya-menyaksikan Rasulullah saw berpidato. “Siapakah
di antara kalian yang sanggup mengambil dari aku beberapa nasehat agar
dapat diamalkan dalam hidupnya, atau jika tidak ia dapat mengajarkannya
kepada orang yang siap mengamalkannya?” demikian Rasulullah memulai pidatonya.
Kontan
saja, Abu Hurairah yang menyaksikan pidato yang tak biasa itu, jadi
penasaran terhadap isi nasehat nabi, dan ia pun langsung mengacungkan
tangannya. “Saya wahai Rasulullah” demikian lantang suara Abu
Hurairah merespon pertanyaan nabi. Lalu sahabat yang paling banyak
merawikan hadis nabi itu menceritakan dan merinci nasehat apa saja yang
disampaikan oleh Rasulullah.
Pertama, wahai Abu Hurairah!
Jauhilah semua yang Allah haramkan, niscaya engkau adalah manusia yang
paling super ibadahnya kepada Allah.
Kedua, puaslah dengan apa yang telah Allah bagikan untukmu, niscaya engkau adalah manusia yang paling super kekayaannya.
Ketiga, berbuat baiklah kepada tetanggamu, niscaya engkau adalah mukmin sejati.
Keempat, cintailah orang lain seperti halnya engkau cintai dirimu sendiri, niscaya engkau adalah muslim sejati.
Kelima, jangan kau banyak tertawa karena hal itu akan mematikan hati! Demikian petuah nabi.
Konten
nasihat nabi kepada Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan
At-Tirmidzi itu, sesungguhnya amat relevan dengan kehidupan keseharian
kita.
Kelima nasihat nabi itu mencakup semua segi hubungan baik
seorang hamba Allah kepada Khaliknya, kepada sesama manusia, sikap
terhadap pemberian Allah, dan kiat untuk menghidupkan hati kita agar
tidak mati dan tumpul. Kelima nasehat nabi itu pun tercakup ke dalam
hikmah ibadah puasa Ramadan yang kita jalani.
Pertama, sering
kita menilai orang yang taat adalah yang rajin beribadah salat ataupun
amaliah lainnya, namun tak jarang orang beribadah sekalipun masih saja
melanggar larangan Allah. Banyak yang salat, puasa, bahkan sanggup
berzakat dan sudah haji, namun korupsi, sumpah palsu, tuduhan palsu,
tender palsu, surat palsu, paspor palsu, dan segala bentuk kepalsuan dan
kebohongan masih terus dijalankan dengan efektif baik sendirian maupun
berjamaah. Di tingkat individu, keluarga, korporasi maupun penyelenggara
negara.
Puasa sejatinya mengajarkan kita untuk taat kepada Allah
secara lahiriah maupun batiniah. Secara formal meninggalkan makan,
minum dan senggama dan secara batin menampilkan keikhlasan hati dan muraqabatullah (pengawasan Allah) dalam meninggalkan amalan yang halal terlebih lagi yang haram.
Kedua,
banyak juga yang masih korupsi, bukan karena tak cukup gaji dan
penghasilan, namun karena didorong sifat rakus dan serakah (by greed).
Gemerlap dunia dan hedonistik telah membutakan mata hatinya, sehingga
tak pernah puas dan cukup dengan rezki yang Allah berikan kepadanya.
Sungguh benar ungkapan Allah, "Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur." (At-Takatsur: 1-2)
Orang
yang berpuasa telah terbiasa sederhana dan merasakan derita lapar dan
hausnya orang-orang fakir miskin. Mereka sejujurnya mengetahui hakikat
dunia ini sehingga tak mudah tertipu godaan dunia. Allah berfirman:
"Ketahuilah,
bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia Ini hanyalah permainan dan suatu
yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta
berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang
tanam-tanamannya mengagumkan para petani; Kemudian tanaman itu menjadi
kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur dan di
akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta
keridhaan-Nya dan kehidupan dunia Ini tidak lain hanyalah kesenangan
yang menipu." (Al-Hadid: 20)
Ketiga dan keempat,
kesetiakawanan sosial juga inti ajaran Islam. Peduli kepada tetangga dan
mencintai sesama manusia, kata nabi, adalah bukti keimanan dan
keislaman yang benar. “Bukan golongan kami, orang yang tertidur pulas karena kenyang sementara tetangganya kelaparan!”, tukas nabi. Di lain waktu nabi menegaskan, "Siapa yang tidak perduli dengan urusan kaum muslimin maka dia bukan golongan muslimin".
Ramadan
adalah bulan yang sarat dengan ibadah sosial, mulai dari anjuran
memberi hidang buka puasa bagi yang membutuhkan, zakat fitrah, sedekah
dan menyantuni janda dan anak yatim. Nabi bersabda, "Orang yang
bekerja untuk memenuhi kebutuhan janda dan miskin maka ia seperti
mujahid (berjuang) di jalan Allah, mendirikan shalat malam tiada jemu
dan puasa sepanjang tahun."
Kelima, menjaga kesantunan dan
tawadlu dengan tidak banyak tertawa juga dianjurkan agar jiwa kita
sehat. Muslim yang berpuasa selalu berupaya melihat kekurangan dan
dosanya di hadapan Allah, dan tidak mau terjebak ke dalam perbuatan
sia-sia, umbar syahwat dan senda gurau.
Oleh sebab itu, patut disesalkan adanya berbagai tayangan hiburan yang banyolan dan termasuk kategori perbuatan lahwun wa la'ib (senda gurau dan permainan) yang tak mendidik dan cenderung jauh dari semangat puasa di bulan Ramadan ini.
Kelima
nasihat itu adalah cerminan kualitas manusia super. Bukan super karena
kepongahan, keserakahan, dan kezaliman. Namun super karena kualitas jiwa
yang diisi dengan ketaatan, keikhlasan, kerendah hatian, kecintaan dan
kehati-hatian. Wallahu a’lam.
dari detikR