Minggu, 07 Desember 2014

Wisata Sehari di Toraja Utara

NAMA Toraja sangat dikenal wisatawan mancanegara. Meski jarak dari Makassar (Sulawesi Selatan) ke Toraja memakan waktu hampir 8 jam lewat darat, tetap tak menyurutkan wisatawan untuk datang ke destinasi wisata yang sarat adat istiadat yang unik dan menarik tersebut.

Menurut Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata (Asita) Bali, I Ketut Ardana, destinasi wisata Toraja sudah sejak lama dikenal wisatawan, terutama wisatawan Eropa. Larangan terbang terhadap maskapai penerbangan Indonesia oleh Uni Eropa mengakibatnya menurunnya jumlah wisatawan Eropa ke Indonesia termasuk ke Toraja. "Selama ini, wisatawan Eropa yang ke Toraja selalu dipasok dari Bali," kata Ardana.


Kuburan batu yang diperkirakan berusia ratusan tahun di Kete Kesu, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan.
Dalam Famtrip Destination Management Organization (DMO) Toraja bersama para biro perjalanan dari Bali, Yogyakarta, Jakarta, Singapura dan Malaysia mengunjungi beberapa obyek wisata di Kabupaten Toraja Utara. Berikut beberapa obyek wisata menarik di wilayah tersebut.

1. Museum Ne' Gandeng

Lokasinya berada di tengah sawah, di Desa Palangi, Kecamatan Sa'dan Balusu. Ketika rombongan famtrip tiba, satun-satunya jalan menuju Museum Ne' Gandeng, terutama dekat museum sedang dalam perbaikan. Terpaksa rombongan berjalan kaki tak sampai satu kilometer menuju lokasi. Justru berjalan kaki di pagi hari ini malah sangat dinikmati peserta famtrip.

Wisatawan akan melewati Jembatan Ne' Gandeng yang dibangun oleh Yayasan Keluarga Besar Ne' Gandeng. Ditambah lagi  pemandangan sawah di kiri-kanan jalan begitu memesona. Museum ini layak jual untuk wisatawan. Coba kalau padi di kiri-kanan jalan ini pas menguning, pasti berjalan menuju Museum Ne' Gandeng sangat dinikmati dan ditunggu-tunggu wisatawan," kata Ardana dengan optimis.

Museum Nek Gandeng, salah satu obyek wisata andalan di Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan. 
Petrus Pasulu, anak bungsu Ne' Gandeng dari 11 bersaudara menuturkan tempat ini awalnya merupakan tempat pelaksanaan prosesi pemakaman Ne’ Gandeng yang meninggal pada tanggal 3 Agustus 1994. Menurut Petrus, ide pembangunan tempat ini yakni manusia Toraja sangat menghormati para leluhurnya. Semasa hidup Ne' Gandeng sangat memperhatikan kehidupan masyarakat sekitar. "Bahkan Ne' Gandeng usulkan listrik masuk desa dan biayanya dari menjual kerbau," tutur Petrus.

Di Museum Ne' Gandeng, wisatawan akan menemukan pondok permanen yang berbentuk rumah adat Toraja. Pondok ini dimasudkan sebagai tempat menginap keluarga dan tamu yang datang melayat. Di tempat inilah, selain digunakan oleh keturunan Ne' Gandeng untuk melaksanakan prosesi pemakaman adat Toraja juga diperuntukkan bagi siapa saja warga Toraja yang ingin menggelar acara serupa.

2. Pallawa

Setelah mengunjungi Museum Ne' Gandeng, perjalanan dilanjutkan menuju Pallawa, sekitar 12 km dari Kota Rantepao, Ibu Kota Kabupaten Toraja Utara. Di sini, akan dijumpai rumah adat Toraja yang dinamakan Tongkonan, di mana atapnya melengkung menyerupai perahu, terdiri atas susunan bambu.

Wisatawan berfoto dengan latar belakang rumah adat Toraja di Pallawa, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan.
Namun saat ini sebagian bahan tongkonan menggunakan atap seng. Yang unik, di bagian depan terdapat susunan tanduk kerbau. Bagian dalam ruangan dijadikan tempat tidur dan dapur. Tongkonan digunakan juga sebagai tempat untuk menyimpan mayat.

Sebelah kanan rumah adat Toraja biasanya ada lumbung. Kadang bangunan lumbung lebih bagus ketimbang rumah tempat tinggal. "Lumbung untuk menyimpan padi. Rumah itu lambang ibu, kalau lumbung simbol bapak karena bapak yang membuka lahan," kata pemandu wisata Lisa A Soba. Perjalanan kemudian dilanjutkan menuju Batutumonga.

Kuburan batu di Tinambayo Lempo, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan.
3. Batutumonga

Selama perjalanan menuju Batutumonga, kami singgah di Deri 1 dan Tinambayo Lempo. Di sini terhampar sawah yang luas dan batu-batu besar teronggok di sembarang tempat. Keberadaan batu-batu besar ini bagi warga Toraja dijadikan sebagai liang atau kuburan batu. Biasanya satu keluarga memiliki satu tempat khusus. "Setiap tahun ada bersih-bersih kuburan, biasanya setelah panen. Baju jenazah yang disimpan diganti. Tandanya ada pintu, berarti ada jenazah," kata Soba.

Batutumonga terletak sekitar 24 km dari Kota Rantepao, lokasinya di lereng Gunung Sesean. Dari sini, wisatawan bisa melihat panorama alam yang sangat indah, seperti hamparan sawah yang tersusun rapi atau mirip dengan persawahan di Bali, dan Kota Rantepao dilihat dengan jelas.

Panorama alam dan hamparan sawah di Batutumonga, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan.
Menurut Soba, waktu yang paling baik mengunjungi Batutumonga sekitar bulan Maret dan April atau saat musim panen padi berlangsung.

Jika perut keroncongan atau ingin menginap, jangan khawatir. Pasalnya di Batutumonga yang berada di ketinggian 1.800 meter di atas permukaan laut ini tersedia tempat penginapan ataupun kafe untuk santap siang. Sewa tempat penginapan berbentuk rumah adat Toraja ini sekitar Rp 300.000. Rombongan lantas singgah di Mentirotiku untuk santap siang.

4. Bori

Perjalanan dilanjutkan menuju Kompleks Megalit Kalimbuang Bori, Kecamatan Sesean. Dengan membayar tiket masuk sebesar Rp 10.000 per orang, wisatawan akan memasuki Situs purbakala Bori Parinding yakni kawasan kuburan batu dan rante yakni lapangan rumput yang khusus digunakan untuk upacara penguburan. Tempat ini juga dipenuhi batu menhir (batu berdiri).

Kompleks Megalit Kalimbuang Bori, di Kecamatan Sesean, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan.
Di Kalimbuang Bori, menhir didirikan untuk menghormati pemuka adat atau keluarga bangsawan yang meninggal. Konon, bebatuan menhir ini ada yang berusia hingga ratusan tahun. Belum ada data pasti mengenai jumlah batu menhir di sini. Ada yang menyebut 102 buah, yakni terdiri dari 54 menhir kecil, 24 sedang dan 24 batu ukuran besar.

5. Ranteallo

Di Ranteallo, Kecamatan Tallunglipu ini, wisatawan akan menemukan rumah adat Toraja yang posisinya saling berhadap-hadapan. Yang unik, di rumah-rumah warga yanag berada di belakang rumah adat ditemukan kandang babi dan kerbau.

Kerbau belang di Ranteallo untuk upacara adat masyarakat Toraja. Harga sekitar Rp 500 juta sampai Rp 600 juta.
Bagi warga Toraja, babi dan kerbau merupakan persembahan pada upacara adat. Mau tahu berapa berat dan harganya? Babi di Ranteallo ini memiliki berat di atas 200 kilogram seharga Rp 15 juta. Sementara kerbau belang di sini seharga sekitar Rp 500 juta sampai Rp 600 juta.

6. Kete Kesu

Dikenal sebagai desa wisata di Kabupaten Toraja Utara. Letak Kete Kesu sekitar 4 kilometer sebelah tenggara Rantepao. Di Kete Kesu terdapat peninggalan purbakala berupa kuburan batu yang diperkirakan berusia ratusan tahun. Teruslah berjalan mendekati tebing dan menaiki tangga.

Obyek wisata Kete Kesu, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Di sini terdapat kuburan batu yang diperkirakan berusia ratusan tahun.
Di sini wisatawan akan menemukan kuburan batu yang menyerupai sampan atau perahu yang menyimpan sisa-sisa tengkorak dan tulang manusia. Hampir semua kuburan batu diletakkan menggantung di tebing atau goa. Terkadang tengkorak dan tulang berserakan di samping peti jenasah.

Beberapa makam adat di Kete Kesu terlihat ditutup dengan jeruji besi untuk mencegah pencurian patung jenazah adat. Beberapa jenazah dapat dilihat jelas dari luar bersama dengan harta yang dikuburkan di dalamnya. Peti mati tradisional di Kete Kesu tidak hanya berbentuk seperti perahu, namun juga ada yang berbentuk kerbau dan babi dengan pahatan atau ukiran rapi. Menurut Soba, peti berukir kerbau berarti jenazah laki-laki, sedangkan peti berukir babi melambangkan jenazah perempuan.

Kuburan batu yang diperkirakan berusia ratusan tahun di Kete Kesu, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan.
Lelah naik dan turun tangga di Kete Kesu, deretan toko suvenir sudah menanti wisatawan untuk membeli oleh-oleh khas Toraja. Soba menuturkan, wisman yang mengunjungi Toraja didominasi wisatawan Perancis, Spanyol, Belanda, Italia dan Jerman. Apalagi di Toraja hampir setiap saat ditemukan upacara adat.

Bulan Desember merupakan puncak festival di Toraja, termasuk di Kabupaten Toraja Utara dan Kabupaten Tana Toraja, di mana akan digelar "Lovely December" pada akhir Desember. Biasanya kunjungan wisatawan dalam dan luar negeri akan membeludak datang ke Toraja dan hotel-hotel diperkirakan penuh tamu. Untuk mengunjungi obyek wisata di Kabupaten Toraja Utara dalam sehari, Soba mengenakan biaya sebesar Rp 1,2 juta untuk satu mobil berisi 4-5 orang. "Itu sudah termasuk sopir dan bahan bakar," katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar