Menurut Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata (Asita) Bali, I Ketut Ardana, destinasi wisata Toraja sudah sejak lama dikenal wisatawan, terutama wisatawan Eropa. Larangan terbang terhadap maskapai penerbangan Indonesia oleh Uni Eropa mengakibatnya menurunnya jumlah wisatawan Eropa ke Indonesia termasuk ke Toraja. "Selama ini, wisatawan Eropa yang ke Toraja selalu dipasok dari Bali," kata Ardana.
1. Museum Ne' Gandeng
Lokasinya berada di tengah sawah, di Desa Palangi, Kecamatan Sa'dan Balusu. Ketika rombongan famtrip tiba, satun-satunya jalan menuju Museum Ne' Gandeng, terutama dekat museum sedang dalam perbaikan. Terpaksa rombongan berjalan kaki tak sampai satu kilometer menuju lokasi. Justru berjalan kaki di pagi hari ini malah sangat dinikmati peserta famtrip.
Wisatawan akan melewati Jembatan Ne' Gandeng yang dibangun oleh Yayasan Keluarga Besar Ne' Gandeng. Ditambah lagi pemandangan sawah di kiri-kanan jalan begitu memesona. Museum ini layak jual untuk wisatawan. Coba kalau padi di kiri-kanan jalan ini pas menguning, pasti berjalan menuju Museum Ne' Gandeng sangat dinikmati dan ditunggu-tunggu wisatawan," kata Ardana dengan optimis.
Di Museum Ne' Gandeng, wisatawan akan menemukan pondok permanen yang berbentuk rumah adat Toraja. Pondok ini dimasudkan sebagai tempat menginap keluarga dan tamu yang datang melayat. Di tempat inilah, selain digunakan oleh keturunan Ne' Gandeng untuk melaksanakan prosesi pemakaman adat Toraja juga diperuntukkan bagi siapa saja warga Toraja yang ingin menggelar acara serupa.
2. Pallawa
Setelah mengunjungi Museum Ne' Gandeng, perjalanan dilanjutkan menuju Pallawa, sekitar 12 km dari Kota Rantepao, Ibu Kota Kabupaten Toraja Utara. Di sini, akan dijumpai rumah adat Toraja yang dinamakan Tongkonan, di mana atapnya melengkung menyerupai perahu, terdiri atas susunan bambu.
Sebelah kanan rumah adat Toraja biasanya ada lumbung. Kadang bangunan lumbung lebih bagus ketimbang rumah tempat tinggal. "Lumbung untuk menyimpan padi. Rumah itu lambang ibu, kalau lumbung simbol bapak karena bapak yang membuka lahan," kata pemandu wisata Lisa A Soba. Perjalanan kemudian dilanjutkan menuju Batutumonga.
Selama perjalanan menuju Batutumonga, kami singgah di Deri 1 dan Tinambayo Lempo. Di sini terhampar sawah yang luas dan batu-batu besar teronggok di sembarang tempat. Keberadaan batu-batu besar ini bagi warga Toraja dijadikan sebagai liang atau kuburan batu. Biasanya satu keluarga memiliki satu tempat khusus. "Setiap tahun ada bersih-bersih kuburan, biasanya setelah panen. Baju jenazah yang disimpan diganti. Tandanya ada pintu, berarti ada jenazah," kata Soba.
Batutumonga terletak sekitar 24 km dari Kota Rantepao, lokasinya di lereng Gunung Sesean. Dari sini, wisatawan bisa melihat panorama alam yang sangat indah, seperti hamparan sawah yang tersusun rapi atau mirip dengan persawahan di Bali, dan Kota Rantepao dilihat dengan jelas.
Jika perut keroncongan atau ingin menginap, jangan khawatir. Pasalnya di Batutumonga yang berada di ketinggian 1.800 meter di atas permukaan laut ini tersedia tempat penginapan ataupun kafe untuk santap siang. Sewa tempat penginapan berbentuk rumah adat Toraja ini sekitar Rp 300.000. Rombongan lantas singgah di Mentirotiku untuk santap siang.
4. Bori
Perjalanan dilanjutkan menuju Kompleks Megalit Kalimbuang Bori, Kecamatan Sesean. Dengan membayar tiket masuk sebesar Rp 10.000 per orang, wisatawan akan memasuki Situs purbakala Bori Parinding yakni kawasan kuburan batu dan rante yakni lapangan rumput yang khusus digunakan untuk upacara penguburan. Tempat ini juga dipenuhi batu menhir (batu berdiri).
5. Ranteallo
Di Ranteallo, Kecamatan Tallunglipu ini, wisatawan akan menemukan rumah adat Toraja yang posisinya saling berhadap-hadapan. Yang unik, di rumah-rumah warga yanag berada di belakang rumah adat ditemukan kandang babi dan kerbau.
6. Kete Kesu
Dikenal sebagai desa wisata di Kabupaten Toraja Utara. Letak Kete Kesu sekitar 4 kilometer sebelah tenggara Rantepao. Di Kete Kesu terdapat peninggalan purbakala berupa kuburan batu yang diperkirakan berusia ratusan tahun. Teruslah berjalan mendekati tebing dan menaiki tangga.
Beberapa makam adat di Kete Kesu terlihat ditutup dengan jeruji besi untuk mencegah pencurian patung jenazah adat. Beberapa jenazah dapat dilihat jelas dari luar bersama dengan harta yang dikuburkan di dalamnya. Peti mati tradisional di Kete Kesu tidak hanya berbentuk seperti perahu, namun juga ada yang berbentuk kerbau dan babi dengan pahatan atau ukiran rapi. Menurut Soba, peti berukir kerbau berarti jenazah laki-laki, sedangkan peti berukir babi melambangkan jenazah perempuan.
Bulan Desember merupakan puncak festival di Toraja, termasuk di Kabupaten Toraja Utara dan Kabupaten Tana Toraja, di mana akan digelar "Lovely December" pada akhir Desember. Biasanya kunjungan wisatawan dalam dan luar negeri akan membeludak datang ke Toraja dan hotel-hotel diperkirakan penuh tamu. Untuk mengunjungi obyek wisata di Kabupaten Toraja Utara dalam sehari, Soba mengenakan biaya sebesar Rp 1,2 juta untuk satu mobil berisi 4-5 orang. "Itu sudah termasuk sopir dan bahan bakar," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar